DECEMBER 9, 2022
Masyarakat

Dirgahayu DWP ke 24

post-img

Dharma Wanita Persatuan (DWP) merupakan organisasi yang didirikan untuk menghimpun dan membina para istri pegawai negeri sipil di Indonesia. Berikut adalah sejarah berdirinya Dharma Wanita Persatuan:

1. Tahun 1959: DWP pertama kali didirikan pada tanggal 2 Mei 1959. Pembentukan ini terjadi dalam rangkaian upacara peringatan Hari Kartini di Jakarta. Saat itu, para istri pegawai negeri sipil merasa perlu memiliki wadah organisasi yang dapat memfasilitasi berbagai kegiatan sosial, keagamaan, dan kebudayaan.

2. Awalnya sebagai Dewan Kerajinan Nasional (DKN): Pada saat berdiri, organisasi ini dikenal dengan nama Dewan Kerajinan Nasional (DKN). Namun, selanjutnya, fokus dan peran organisasi berkembang, mencakup berbagai aspek kehidupan para anggotanya.

3. Pergantian Nama Menjadi Dharma Wanita Persatuan: Pada tanggal 5 Januari 1967, DKN resmi berganti nama menjadi Dharma Wanita Persatuan. Pergantian nama ini mencerminkan perluasan peran organisasi dalam memberikan dukungan dan pembinaan kepada istri-istri pegawai negeri sipil di berbagai bidang.

4. Berkembang Sebagai Organisasi Sosial dan Kesejahteraan: Dharma Wanita Persatuan terus berkembang dan mengalami transformasi menjadi organisasi yang tidak hanya fokus pada kegiatan sosial dan kesejahteraan keluarga, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan nasional dan mendukung program-program pemerintah.

5. Peran dalam Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat: DWP memiliki peran penting dalam mendukung program-program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, kemanusiaan, dan pendidikan.

Sejak berdiri, Dharma Wanita Persatuan terus berkontribusi dalam memperkuat kehidupan sosial dan kesejahteraan keluarga pegawai negeri sipil di Indonesia. Organisasi ini menjadi wadah bagi para istri pegawai negeri sipil untuk berkolaborasi, berbagi pengalaman, dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

author-img_1

Inspektorat

Penulis

Sinergi Membangun Kemandirian Ekonomi, Sejahtera untuk Semua.

About Us

The argument in favor of using filler text goes something like this: If you use arey real content in the Consulting Process anytime you reachtent.

Cart